Selasa, 12 April 2016

Mimpi atau Impian (part 1)

Tentang mimpi atau impian. Saya tidak tahu keduanya sama atau tidak. 
Baiklah saya akan 'gugling' dulu.
Ketika saya mengetik kata mimpi, di halaman pertama mayoritas mengartikan mimpi adalah sesuatu yang tidak nyata, ada istilah bunga tidur, juga ada yang mengatakan pengalaman alam bawah sadar. Saya tidak akan meneruskan mencari istilah bunga tidur ataupun alam bawah sadar, mungkin lain kali.
Sedangkan ketika kata impian yang dicari, di halaman pertama mayoritas mengartikan bahwa impian adalah harapan.
Baik, saya akan jujur. Kenapa saya memberikan prolog dengan mencari arti kata mimpi dan impian, karena saya belum pernah membuat 'dream list'. Ya, sepertinya saya perlu mendapat ceramah dan kuliah motivasi selama satu semester.
Pertanyaan yang sering diajukan ketika kecil, apa cita-citamu?. Saya tidak begitu ingat jawaban apa yang selalu saya berikan, saya hanya ingat pernah melihat sesuatu di buku diary jaman sekolah dasar dulu. Dalam buku diary itu ada biodata saya dan tertulis 'cita-cita : pegawai bank'.
Memori saya kembali berputar ke masa itu. Saat sekolah menganjurkan siswanya untuk rajin menabung, salah satu bank swasta menawarkan produk tabungan junior dengan nominal setoran seribu rupiah. Tanpa pikir panjang saya membuka tabungan itu dengan setoran awal sepuluh ribu. Bulan pertama saya sangat rajin ke bank dengan membawa uang recehan. Saat itu saya terkagum melihat ibu-ibu pegawai teller yang duduk di balik meja. Saat itu, saat ini TIDAK.
Sudah cukup cerita tentang pegawai bank, saya hanya ingin menemukan kata impian dalam memori masa kecil saya. Dan ternyata nihil, saya memang belum pernah benar-benar memiliki impian. Bahkan saya tidak punya keinginan untuk masuk SMP favorit. Saya hanya mengikuti apa yang disampaikan orangtua.
Saat duduk di bangku SMP hingga SMA prestasi akademik saya cukup membuat orangtua bangga. Namun prestasi itu tidak membuat saya unuk bermimpi lebih jauh. Saya tidak terlalu berambisi untuk mengejar program studi tertentu. Saya hanya mengikuti program beasiswa yang disarankan oleh guru. Lalu begitulah saya melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, saya kuliah di program studi yang ditawarkan oleh pemberi beasiswa.
Hidup saya terasa mengalir begitu saja. Ya begitulah, saya hanya mengikuti alur tanpa ambisi. Saat ini, perasaan kecewa tentu memenuhi pikiran. Akan tetapi saya betul-betul bersyukur kepada Allah. Sampai detik ini, Dia selalu memberikan yang terbaik kepada hambaNya yang belum pernah memiliki mimpi ini. Termasuk memberikan lelaki hebat pendamping hidup saya, jenis lelaki yang (awalnya) tidak saya impikan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar