Senin, 08 Oktober 2012

naik jabatan

Jum'at,7 September 2012
"Afifah Fairuzzaman" nama tersebut terus berada dalam benak pikiran kami, apakah nama itu akan dimiliki oleh seseorang? hanya Allah yang tahu. Kami terus berdoa. Sebercak darah mengantarkan kami ke sebuah tempat dimana kami akan dapat menemukan jawaban "sebercak darah itu menandakan apa?". Hanya sekitar 1km dari rumah kami.
06.00 "Bu, ini sudah pembukaan satu, dimohon untuk tetap di klinik karena harus diobservasi terus perkembangannya". Permintaan dokter itu membuat kami saling tatap, dalam benak saya "bagaimana ini, suami harus segera berangkat bekerja, sedangkan saya meninggalkan setumpuk pakaian yang sedang dicuci dan piring-piring kotor (maklum hari kamis malam air PAM baru mengaliri rumah kami)", mungkin dalam benak suami "pagi ini aku sarapan apa?". Setelah saling tatap, kami memutuskan untuk memenuhi permintaan dokter itu.
07.30 Kami sudah mendapat kamar inap. Suami segera bergegas pulang, sebelumnya saya berbisik "cucian bagaimana?", suami tersenyum "ya bagaimana. Abi pulang dulu ya". Senyuman itu membuat saya cukup lega, meskipun tidak ada jawaban.
16.30 Selama sembilan jam saya menjadi penghuni klinik, tiduran, jalan-jalan, duduk di mushola, dan bagaimana dengan perut saya? tidak ada ketegangan sedikit pun, hanya gerak 'dede' yang sangat aktif. Sampai saatnya suami datang, saya membujuk perawat agar membolehkan saya keluar klinik sebentar. Setelah meminta ijin (plus rayuan) alhasil kami pun diperbolehkan keluar klinik sampai maghrib. Kami segera manfaatkan waktu tersebut untuk merapikan rumah 'sebisanya', suami mencuci tumpukan piring kotor, saya membereskan tumpukan pakaian yang sudah dijemur tadi pagi oleh suami sebelum pergi ke kantor. Keluarga dari Jogja dan Jakarta terus menanyakan bagaimana perkembangannya, tentu saya tidak mungkin menjawab "baik, ini kami sedang beres-beres rumah", tak lama berselang ada panggilan masuk lagi dari klinik memberitahukan bahwa kami 'dicari' oleh dokter. 
17.00 Kami pun segera bergegas menuju klinik. Di tengah perjalanan, suami bilang "santai aja, sesekali dokter nungguin pasiennya, kita kan dah sering nungguin dia".
21.00 Sudah 2x perawat melakukan cek dalam dan 4x cek kontraksi, ternyata 'pintu' itu belum membuka lebih lebar sejak tadi pagi. Kami terjaga di kamar sambil menunggu dokter (yang akan datang setelah kliniknya selesai) dan bapak ibu jogja.

Sabtu, 8 September 2012

08.00 Hasil keputusan semalam : janin masih belum membuka jalan lahir, dokter memutuskan jika sampai siang ini jalan lahir itu belum membuka juga maka harus dilakukan induksi. Ok, pagi ini kami jalan-jalan di sekitar klinik, cukup jauh, bahkan ketika suami cukup lelah saya masih naik turun tangga, karena kami bertekad melahirkan senormal-normalnya.
14.00 Dokter kembali datang untuk memeriksa jalan lahir, ternyata belum membuka juga, dokter memutuskan untuk melakukan induksi nanti setelah maghrib. Kami hanya berdoa semoga bayi kami dapat bekerjasama dengan baik.
19.00 Memasuki ruang bersalin, salah satu perawat tersenyum kepada kami "sudah siap bu?, yang kuat ya...kunci sukses induksi berawal dari tekad dan kekuatan ibunya, ada yang bilang kalau induksi sakitnya 7x dari tidak di induksi". Saya hanya dapat menjawabnya dengan tersenyum dan menyiapkan diri. Laa Haula wa Laa Quwwata illa billah...
21.00 Ketegangan di perut sudah mulai datang 5 menit sekali, saya masih sempat jalan ke wc untuk buang air kecil. Ibu terus disamping saya, suami membawakan madu hangat dan roti, meskipun dalam kondisi sakit saya cukup merasa lapar padahal tadi sudah makan malam cukup banyak.
23.30 Berbaring meghadap kiri dan terus menutup mulut rapat-rapat, rasa nyeri terus menjalar begitu cepat, dzikir terus saya lantunkan dari dalam hati, mulut ini terus saya tutup, saya khawatir akan berteriak keras jika terbuka sedikit. Selama menahan sakit, kedua kaki saya terus gemetaran. Salah seorang perawat menyampaikan ke ibu saya "Bu, ini anaknya kuat nahan sakit, kaki yang gemetar terus ini nunjukin kalau sedang menahan nyeri yang sangat". Dokter datang, saya minta suami untuk dipanggil. 
Proses mengejan : tarik nafas panjang, mengejan sekuatnya (mulut harus tertutup rapat supaya energinya fokus untuk mengejan), sebelum habis mengejan langsung ambil nafas pendek dan lanjutkan mengejan.
Empat kali proses mengejan (kalau saya tidak lupa), tangisan itu otomatis meluncurkan ucapan hamdalah dari mulut saya.
Alhamdulillahirobbil'alamin... Allah telah menaikkan jabatanku. Menjadi seorang Ibu.
afifah -pasca dibersihkan oleh perawat









Rabu, 05 September 2012

Keluarga Satu Zaman



بِسْــــــــمِ اللَّــــــــهِ الرَّحْمَــــــــنِ الرَّحِيــــــــمِ 
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلاً ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا وَمِنكُم مِّن يُتَوَفَّى مِن قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلاً مُّسَمَّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
(QS. Ghafir : 67)

Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).


Sebagai pembuka, kami mengutip ayat di atas untuk mengawali tulisan di karya ini.
Quran surat Ghafir ayat 67 menunjukkan satu zaman yang harus dilalui setiap manusia di dunia ini, sejak dihidupkan hingga kembali dimatikan. Itu pasti dan itu janji-Nya.

Di awal pernikahan, kami menghadapi satu pertanyaan yang sama-sama muncul di benak kami "pernikahan ini akan kita tujukan kemana?", hari kedua setelah kami menikah betul menyadarkan kami bahwa akhir perjalanan pernikahan ini berada di Kebun Surga-Nya kelak, bukan di akhir hayat hidup kami maupun keturunan-keturunan kami kelak. Tujuan ini tentu berbeda ketika kami mengawali sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, kemudian masuk universitas yang kesemuanya memiliki tujuan kelulusan. Ya, sekedar kelulusan, bonusnya jika kami mendapat peringkat pertama atau juara umum sekolah atau mendapat IP cumlaude.

Hari ketiga dan selanjutnya, pertanyaan itu kadang muncul kadang tenggelam di tengah obrolan kami. Kami belum pernah serius membahasnya, apalagi setelah kami mendapat kabar gembira dari DIA bahwa akan hadir amanah-Nya di tengah-tengah kami. Sejak itu, kami mulai menyusun rencana-rencana jangka pendek, maklum kondisi perekonomian kami cukup membuat kami sedikit 'panik' dalam menyambut amanah-Nya.

Saat ini, kondisi kehamilan telah mencapai 40 minggu, saatnya menunggu, seluruh persiapan telah kami siapkan sejak minggu-minggu yang lalu. Setiap hari kami selalu membayangkan bagaimana ramainya rumah ini setelah kehadirannya nanti.

Saat ini, saatnya menunggu, pertanyaan besar di awal pernikahan itu kembali mengingatkan kami. Pertanyaan itu cukup menambah ketegangan kami dalam penantian ini, kami tidak ingin DIA menganggap kami main-main dalam menyambut amanah-Nya. Kami hanya dapat berdoa, mengemis kepercayaan dari Nya dalam menjaga amanah-Nya.  

Dan pertanyaan itu, sampai saat ini kami belum menjawabnya dengan  kalimat praktis. Hanya dengan ide-ide kecil dan rencana-rencana jangka pendek kami menjawabnya, untuk sementara. Harapan kami, pertanyaan itu akan senantiasa muncul untuk mengingatkan kami dalam menjalankan pernikahan ini, untuk senantiasa menyadarkan kami bahwa kami hidup hanya pada satu zaman, tidak lebih.