Minggu, 09 Oktober 2016

Review Novel RINDU



Identitas Buku
Judul : Rindu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika Penerbit
Tahun : 2014
Isi : 544 halaman

Novel “Rindu” adalah buku ke-20 dari TereLiye, sejak buku perdananya yang berjudul “Rembulan Tenggelam di Wajahmu”. Novel ini telah dicetak lebih dari 10 kali sejak terbit perdana di bulan Oktober tahun 2014.
Banyak sekali pesan yang saya tangkap dalam novel ini. Saya pun sempat berpikir sepertinya ini TereLiye bermula ingin menuliskan buku motivasi atau ceramah agama Islam. Dan disini saya ingin sedikit mengulas beberapa pesan tersebut menjadi 2 kelompok pesan. Pertama pesan eksplisit, dan kedua pesan implisit.

Pesan Eksplisit
TereLiye sudah membocorkan isi novel ini sejak di bab satu. –Ini kisah tentang perjalanan. Dan sebagaimana lazimnya sebuah perjalanan, selalu disertai dengan pertanyaan-pertanyaan –(hal.2).
Pernyataan itu jelas menginformasikan inti novel, meskipun pasca pernyataan itu ada tanda tanya besar dalam pikran pembaca.
Pesan eksplisit tersebut ada pada 5 pertanyaan dan 5 jawaban yang langsung menyertainya. Ini dia inti kisah novel “Rindu” ini.

1. –Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menadi lebih tenang. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin.–(hal.315).
Jawaban itu disampaikan oleh Gurutta Ahmad Karaeng. Salah satu tokoh utama dalam novel ini. Berperan sebagai ulama besar berusia 75 tahun yang dapat merangkul seluruh lapisan masyarakat, khususnya warga penduduk Kapal Blitar Holland. Kapal haji yang berlayar selama 30 hari dari Pelabuhan Makassar hingga Pelabuhan Jeddah.  
Jawaban itu menjawab atas pertanyaan Bonda Upe, seorang keturunan Cina berusia 40 tahun yang bersuka-rela menjadi guru ngaji selama kapal berlayar, namun memiliki masa muda yang kelam. Ling ling, nama yang ia pakai ketika menjadi pelacur selama lebih dari 15 tahun.

2. –Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di hatimu.–(hal.376).
Jawaban itu kembali disampaikan oleh Gurutta, menjawab pertanyaan dari kisah memilukan Daeng Andipati. Seorang pengusaha kaya raya,tokoh terpandang di Makassar, memiliki istri cantik dan dua anak yang bahagia. Namun ia tidak pernah merasakan menjadi orang bahagia seperti yang orang lain lihat. Karena ia dendam dan membenci ayah kandungnya sendiri.

3. –Maka akan kusimpulkan kembali Kang Mas. Yang pertama, yakinilah kematian Mbah Putri adalah takdir Allah yang terbaik. Yang kedua, biarkan waktu mengobati semua kesedihan. Yang ketiga, lihatlah penjelasan ini dari kacamata yang berbeda. Semoga tiga hal itu bisa Kang Mas pikirkan, dan membantu menghibur penat di dalam hati.” –(hal.473).    
Jawaban itu kembali disampaikan oleh Gurutta, menjawab pertanyaan dari kesedihan hati Mbah Kakung. Seorang kakek berusia 80 tahun yang berencana akan menunaikan ibadah haji bersama kekasih hatinya, Mbah Putri. Namun kehendak Allah SWT lebih dahulu menjemput Mbah Putri sebelum tiba di tanah suci, tepatnya di tengah Samudera Hindia. Takdir-Nya tersebut yang menggelisahkan hati Mbah Kakung hingga tidak nafsu makan.

 4. –Sekali kau bisa mengendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka sebesar apapun wujud kehilangan, kau akan siap menghadapinya, Ambo. Kau siap menghadapi kenyataan apa pun. Jikapun kau akhirnya tidak memiliki gadis itu, besok lusa kau akan memperoleh pengganti yang lebih baik. –(hal.493).
Jawaban itu lagi-lagi disampaikan oleh Gurutta, menjawab cerita patah-hatinya Ambo Uleng. Patah hati yang hampir saja berujung maut.

5. –Gurutta, aku masih ingat ceramah Gurutta beberapa hari lalu di masjid kapal. Lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan tanganmu, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan dengan perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu sungguh selemah-lemahnya iman.–(hal.532).
Jawaban terakhir ini disampaikan oleh Ambo Uleng, seorang kelas pendiam yang sedang kembali belajar cara sholat. Ditujukan untuk seorang ulama besar yang masih memiliki tanda tanya besar dalam hatinya, Gurutta.

Pesan Implisit.
Pertama. Seperti dalam novel TereLiye yang lain, Hafalan Sholat Delisa dan Serial Anak Mamak. Novel ini juga ingin menyampaikan pesan tentang dunia pendidikan anak.
Selama 30 hari perjalanan kapal haji, anak-anak tetap mendapatkan hak belajarnya. Dengan memanfaatkan satu ruang rapat dan tenaga sukarela dari dua tokoh, suasana belajar dirasa menyenangkan meskipun tanpa ada pembagian kelompok usia.
Belajar juga sering diadakan di luar kelas. Di pelabuhan Lampung, anak-anak belajar tenang hasil bumi sambil menyaksikan proses bongkar muat batubara. Di pelabuhan Bengkulu, anak-anak belajar di hamparan pantai pasir putih.  Bagian dalam kapal pun menjadi sarana belajar anak-anak. Di dapur, anak-anak belajar bahwa ada banyak kelasi yang setiap hari bekerja untuk menjamin isi perut seluruh penumpang kapal. Di ruang mesin, anak-anak belajar tentang bagaimana kerja mesin uap yang menjalankan kapal ini.
Kedua. Novel yang berlatar-belakang di penghujung tahun 1938 ini tentuk tak luput dari pesan patriotisme dan semangat kemerdekaan Indonesia. Tragedi penangkapan Gurutta oleh Sergeant Lucas, pimpinan serdadu Belanda, merupakan klimaks dari pesan kemerdekaan yang ingin disampaikan TereLiye dalam novel ini. Gurutta ditangkap karena buku yang selesai ditulis selama perjalanan berangkat haji berjudul “KEMERDEKAAN ADALAH HAK SEGALA BANGSA”.
Ketiga. Novel ini dapat dikatakan sebagai novel sejarah. TereLiye begitu rajin dan berbaik hati memberikan sentuhan pengetahuan sejarah dari kota-kota pelabuhan di Indonesia. Mulai dari sejarah kota Makassar, Surabaya, Semarang, Batavia, Lampung, Bengkulu, hingga Banda Aceh.

Mengapa saya membaca “Rindu”?
Karena dengan karya-karyanya, TereLiye selalu berhasil membuat penasaran para pembaca seperti saya. Setiap judul buku yang baru saja diterbikan selalu menerbitkan tanda tanya dalam pikiran saya, “Kali ini TereLiye mau cerita tentang apa ya?”. 

Menurut hemat saya, TereLiye adalah seorang penulis yang sedang mencoba berbagai genre fiksi. Namun tetap dikemas dengan gayanya yang khas. Meski tetap didominasi novel ber-genre inspirasi, genre roman dan fantasi juga tak kalah seru. Seperti novel “Sunset bersama Rosie”, dan yang baru-baru ini serial “Bumi”, “Bulan”,”Matahari”. Gaya fantasinya menyerupai serial “Tunnels”, ada sentuhan ilmiah dalam setiap fantasi yang disajikan. Dan yang pasti tetap sarat makna dan pesan.      

2 komentar: