KOMUNITAS
PROFESIONAL (Bag-2)
Delegating : Jangan SOK Jadi Pahlawan
Kembali
belajar berkomunitas membuat pikiran ini sering memutar ulang memori saat dulu
mengawali perjalanan berorganisasi. Tepatnya saat duduk di bangku kelas 2 SMP
dan diri ini mendapat suara terbanyak untuk menjadi ketua kelas. Apa yang ada
di benak ‘anak baru gede’ itu tentang jabatan ketua kelas?
- · Merasa disenangi semua teman dan harus menyenangkan semua teman
- · Menyelesaikan setiap permasalahan kelas
- · Selalu siap menjadi perwakilan kelas
Setidaknya
3 hal tersebut yang dipahami ‘gadis cilik’ itu saat terpilih menjadi ketua
kelas. Dan selama masa jabatan, lebih dari 3 kali saya mendapat teguran “Jangan
SOK jadi pahlawan!” Sepertinya tak perlu saya ceritakan di sini detail
permasalahannya, karena akar semua masalahnya sama yaitu saya bisa mengerjakan
itu sendiri dan ingin cepat selesai.
Namun
ada satu permasalahan yang saya temukan ditengah masa jabatan itu dan
‘ndilalahnya’ hal itu tidak dapat saya kerjakan sendiri. Apakah itu? Satu
semester sudah terlewati tapi sekretaris belum juga membuat papan organigram
dan jadwal piket. Sekilas sederhana, dan sebenarnya bisa saya tuliskan dalam
selembar karton besar lalu ditempelkan di dinding kelas. Akan tetapi,
permasalahannya tak sesederhana itu. Kedua papan itu menjadi simbol
‘ke-keren-an’ dan tingkat kreativitas pengurus kelas (kala itu). Saya pun
bingung bagaimana caranya menegur sang sekretaris tersebut.
Akhir
cerita, saya tidak berhasil menampilkan simbol ‘ke-keren-an’ kelas hingga akhir
masa kepengurusan kelas 2. Menyedihkan sekali, saya yang selalu bertekad tuntas
di setiap pekerjaan, akhirnya harus mengakui kelemahan diri ini. Kelemahan yang
bersumber dari sikap ‘ga tega’ saya untuk menegur atau mengevaluasi kinerja
orang lain.
“If You Want To Go Fast, Go Alone.If You Want To Go Far, Go Together.”
Sayangnya,
quote di atas belum saya temukan saat jaman sekolah dulu. Bertahun-tahun
belajar berorganisasi namun sense ‘go together’-nya belum dapat. Ada kerjasama,
namun di beberapa kesempatan itu hanya menjadi simbol belaka saat
‘ujung-ujungnya’ dikerjakan oleh satu dua orang. Porsi orientasi pada hasil
masih mendominasi dalam pola pikir saya. Sehingga proses kerja sering
diabaikan.
Bertemu
dengan komunitas profesional ini jelas membuka pola pikir ‘kolot’ itu. Perlahan
bergeser dari semula orientasi pada hasil menuju orientasi pada proses. Khususnya
proses leadership dan management yang menjadi fokus saya. Berjalannya waktu,
seiring dengan evaluasi dan dukungan dari suami, saya mulai menemukan satu per
satu permasalahan saya dalam berorganisasi yang saya kira dulu itu baik-baik
saja saat menjalaninya.
Delegasi,
kata ini pun menjadi prioritas pembelajaran saya sebagai upaya upgrade diri.
Delegasi merupakan turunan dari profesionalitas. Bersungguh-sungguh menjalani
suatu peran artinya mampu menempatkan diri dengan maksimal di setiap peran
hidup. Menjadi ibu profesional, artinya memahami kewajiban dan tanggungjawab
peran sebagai ibu serta menjalankannya dengan profesional. Menjadi leader,
artinya memahami kewajiban dan tanggungjawab peran sebagai pemimpin, bukan
sebagai pembantu umum.
Masuk
dalam kepanitiaan beberapa event yang diselenggarakan oleh komunitas
profesional ini jelas menjadi pelajaran berharga bagi saya dalam mengasah
kemampuan delegasi. Istimewanya saat saya mengambil peran menjadi leader Rumah
Belajar Playdate Gresik saat ini. Ketika saya banyak mengerjakan pekerjaan
teknis, itu menjadi alarm bagaimana proses delegasi saya selama ini. Meningkatnya
kemampuan delegasi selaras dengan pola komunikasi yang terus diperbaiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar