KOMUNITAS
PROFESIONAL (Bag-1)
Bye Bye Super Hero
“Kita tidak akan pernah dapat
memuaskan keinginan setiap orang.
Terus saja berjalan.”
Satu
pesan yang saya dapatkan dari seorang teman ini cukup mengingatkan bagaimana
dulu saya berorganisasi, dan ini cukup membuat saya menertawakan diri sendiri. Pengalaman
atau lebih tepatnya hobi berorganisasi sudah saya mulai sejak duduk di bangku
kelas 2 SMP. Saya menjadi ketua kelas dan menjadi perwakilan kelas dalam
organisasi sekolah. Kala itu, saya memiliki anggapan bahwa untuk menjadi orang
yang bermanfaat (sebut saja populer) harus pandai bergaul dengan semua teman,
lalu saya menyederhankannya dengan istilah “menyenangkan” semua pihak.
Saya
ingat betul dengan pengalaman pertama saya menjadi decision maker. Guru Biologi memberi tugas kepada sang ketua kelas
unuk membuat kelompok belajar dengan menyebar “orang pintar” di kelas ke dalam
semua kelompok. Pesan itu saya telan mentah begitu saja dan tertulis dalam
pikiran bahwa saya harus mengerjakan tugas itu sendiri.
Bermodal
daftar absen dan sebuah buku saya mulai mengutak-atik daftar 60 nama tersebut
ke dalam 8 kelompok. Asumsi tentang si A dekat dengan si B, si B dengan si C
dan si D tidak suka dengan si A pun memenuhi pikiran seorang anak 12 tahun yang
baru diangkat menjadi ketua kelas kemarin sore. Dan akhirnya setelah melalui
waktu “pertapaan” yang cukup panjang, tiba lah waktu pengumuman daftar kelompok
belajar tersebut. Daftar itu saya bacakan di depan kelas dan meminta semua
teman untuk mencatatnya. Alih-alih berharap mendapat ungkapan kesenangan dan
kepuasan dari teman-teman, namun yang saya dapatkan sebaliknya.
“Kamu gak adil wit!”
“Kamu pilih-pilih temen!”
“Si A seharusnya dipisah sama si B.”
Dan ungkapan-ungkapan protes lainnya.
Saya yang sebelumnya pantang menangis
di depan orang lain pun akhirnya tak kuasa menahan terjangan aliran air mata
yang bersumber dari terkoyaknya hati ini. Beruntungnya, ada seorang teman bijak datang dan menawarkan solusi.
Sekilas kisah pengalaman (pahit) yang
saya dapatkan pertama kali saat memulai berorganisasi. Apakah solusi yang
datang itu menyadarkan saya? Sayangnya belum. Saya masih beranggapan bahwa
menjadi orang pilihan itu adalah menjadi Super
Hero.
Dua
tahun terakhir ini pikiran saya mulai terbuka kembali. Komunitas yang baru saya
temukan ini mampu merefleksi setiap pengalaman di masa lampau. Mengubah mindset
bahwa saya lah yang membutuhkan sebuah amanah, bukan amanah yang mengejar atau
bahkan membutuhkan saya. Menjemput
amanah dengan penuh semangat, bahagia, dan disertai dengan kehausan belajar
yang tinggi. Bahwa dengan berkomunitas dapat membawa nilai perubahan yang lebih
besar, bukan dengan berjalan sendiri apalagi hanya untuk berhasrat menjadi super hero, sungguh nista.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar