KolaborasI PORTFOLIO, PROJECT BASED LEARNING, dan PANDU 45
dibalik karya IMAJI IFA
LATAR BELAKANG
Bulan Desember 2018 merupakan waktu
target penyelesaian project buku IMAJI IFA bersama kakak Afifah. Di samping itu,
ada desakan permintaan dari teman-teman IP di Gresik untuk mengadakan sharing tentang Pandu 45 (karena melihat
saya telah mengikuti Workshop Pandu 45 di Jogja) sebelum kepindahan saya dan
keluarga dari Kota Gresik.
Merasa minimnya pengetahuan di
dunia minat bakat anak, maka permintaan teman-teman agak saya abaikan, karena
memang sedang fokus finishing project
buku Afifah sebelum akhir Desember.
Akhir tahun 2018, alhamdulillah
project sudah selesai sesuai target dan buku IMAJI IFA sudah hadir di rumah
kami. Meninjau kembali proses selama project ini berlangsung telah menyadarkan
saya suatu hal. Betul saya masih minim dalam pengetahuan dunia minat bakat anak, namun saya
dapat sedikit berbagi pengalaman selama mendampingi Afifah mengerjakan project
tersebut. Karena di dalam project buku ini saya mendapat ragam insight learning yang tak terduga dan
sangat berkaitan erat dengan dunia minat bakat anak. Di dalamnya tersirat
cerita tentang manfaat jurnal portfolio, project, dan tentu saja sinkronisasi
antara temuan dalam project dengan hasil belajar di Workshop PANDU 45.
Bismillah, saya menyetujui permintaan
teman-teman dengan tema sharing di atas, di awal tahun 2019 tepat 2 hari
sebelum keberangkatan saya dan keluarga meninggalkan Kota Gresik.
Kegiatan
sharing saya buka dengan menampilkan
cerita proses pengerjaan project buku IMAJI IFA, sekaligus sebagai sarana
belajar Afifah mempresentasikan karyanya. Saya memberi “ruang” kepadanya dengan
tanya-jawab karena ia belum ingin bercerita panjang lebar.
2. Portfolio, Project Based Learning dan PANDU 45
Project ini berawal dari program challenge online di Cerivitas dengan tema “Menulis Kreatif Anak dan Orangtua - 30 hari, 30 cerita, 30 gambar dalam
#30PicStoryChallenge”, berlangsung selama 30 hari di bulan November 2018.
Setiap harinya ada 1 gambar yang menjadi pemantik diskusi antara orangtua dan
anak, selanjutnya anak akan menceritakan dan menggambar dari hasil diskusi
tersebut. Tak jarang diperlukan riset dengan membuka sumber informasi lain
melalui internet dan buku. Sehingga ada proses pembelajaran baru bagi Afifah.
Semula
project ini direncanakan hanya menjadi media pembelajaran Afifah dalam menguji
konsistensi dan kontinuitas sesuatu yang senang ia kerjakan, yaitu bercerita
dan menggambar. Namun, ternyata ia juga ingin mengetahui kelanjutan setelah challenge itu selesai yaitu proses
penyusunan buku. Sehingga ada peran kontribusinya dalam proses scanning gambar, editing gambar dan cerita di ms.word, layout, dan proses terkirimnya file ke percetakan. Tidak berhenti
di sana, project ini terus berjalan hingga ia pun belajar bahwa buku ini akan
dicetak banyak dan memberi manfaat kepada orang lain, sehingga ia pun juga
mulai mengenal proses memasarkan karya.
2. Portfolio, Project Based Learning dan PANDU 45
Dalam sesi sharing ini saya lebih menceritakan sisi
pengalaman pribadi saat menemukan “harta karun” dalam ketiga tema dari ketiga
sumber tersebut. Dan “harta karun” berupa insight
learning tersebut diramu setelah observasi pada serangkaian aktivitas
Afifah hingga project bukunya kemarin.
Filosofi
ketiga tema tersebut tetap berpijak pada pedoman yang saya pegang yaitu
Al-Quran Surat Al-Israa ayat 84, bahwa setiap manusia membawa misi hidupnya
masing-masing di dunia ini.
Berikut uraian penjelasan dari ketiga tema tersebut :
A. Jurnal Portfolio
Pembahasan tentang
jurnal portfolio ini saya mengacu pada materi yang disampaikan oleh Ust. Harry
Santosa dalam Workshop Fitrah Based
Education di Surabaya (Januari 2017). Diawali dengan judul “Why Use”
sebelum beranjak pada teknis pembuatan jurnal, supaya kita dapat memahami
terlebih dahulu konsep atau landasan dalam mengerjakan suatu hal.
Di sini saya juga
menyampaikan “harta karun” yang saya dapatkan dalam proses pembuatan jurnal
portfolio ini. “Kenapa sih harus repot
menulis jurnal portfolio anak?”, karena dengan membuat jurnal portfolio
anak ini dapat menstimulus kepekaan hati dan panca indera kita sebagai orangtua,
serta fitrah keayahan dan keibuan, itu yang saya rasakan selama ini.
Ketika tidak merasa “dipaksa” untuk membuat
jurnal portfolio, maka keseriusan kita dalam observasi anak pun berkurang.
Berbeda kondisinya jika kita memliki target jurnal portfolio, maka setiap
aktivitas anak akan kita observasi dan selidiki lebih mendalam, hal ini yang
saya sebut dengan stimulus kepekaan. Karena kepekaan ini perlu dilatih dan
dibiasakan dalam keseharian.
Selanjutnya, mengacu pada fitrah
perkembangan anak, pembuatan jurnal portfolio pun disesuaikan dengan tahapan
usianya. Ini penting sebagai acuan kita dalam membuat jurnal portfolio anak.
Jika mengacu pada istilah portfolio, penyusunan
portfolio ini memiliki format dan aturan khusus yang perlu diikuti, dan
idealnya dapat mulai disusun saat anak menginjak usia 7 tahun. Di bawah usia 7
tahun atau yang sering disebut dengan fase pra-latih penyusunan portfolio dapat
dimulai dengan metode jurnal kegiatan anak yang dapat disesuaikan dengan gaya
dan kebutuhan masing-masing orangtua.
Dalam
pembuatan jurnal kegiatan tidak ada format dan aturan khusus, hanya ada
poin-poin penting yang perlu ada di dalamnya seperti dokumentasi kegiatan dan
lembar hasil kerja anak itu sendiri.
Sesuaikan
dengan gaya khas keluarga dan tentunya gaya keunikan sang anak. Sehingga tidak
ada alasan bahwa melakukan observasi hingga menulis jurnal kegiatan anak itu
merupakan sesuatu yang “wah” dan rumit. Orangtua hanya perlu mengamati lebih
seksama lanjut meluangkan waktu untuk menuliskan hasil observasinya dalam
jurnal kegiatan anak.
Sesuai dengan judulnya
“Dibalik Karya IMAJI IFA”, maka saya ingin menunjukkan sekilas jurnal kegiatan
Afifah yang menjadi salah satu faktor latar belakang project buku ini. Ada
beberapa kelompok kegiatan yang saya susun berdasar aktivitas Afifah yang rutin
dan senang ia kerjakan. Rutin dapat harian, mingguan atau bulanan, intinya
memiliki pola waktu yang berkelanjutan.
Project buku IMAJI IFA
tidak “ujug-ujug” ditawarkan kepada Afifah saat melihat ada challenge online dari Cerivitas itu. Ada
jurnal kegiatan Afifah yang melatarbelakangi saya untuk mengajak project buku
ini bersama, yaitu jurnal kegiatan dengan tema “Mewarnai dan Menggambar” ini. Kegiatan
ini rutin Afifah lakukan setiap harinya dan sering tanpa panduan dari saya.
Kadang tetap di waktu yang sama, kadang juga di waktu yang lain setiap harinya.
Yang jadi catatan penting bagi saya yaitu bahwa ia melakukan kegiatan tersebut
atas inisiatifnya sendiri dan suka cita. Dua hal yang jauh lebih penting daripada
membahas kualitas hasil gambarnya.
B. Project Based Learning
(PBL)
Pembahasan tentang project based learning atau pembelajaran berbasis proyek ini saya mengacu pada materi yang
disampaikan oleh Sahabat Alam CIlik (Keluarga Bunda DK Wardhani) dalam Family Playdate di Gresik (Juli 2018).
Bunda DK Wardhani menjelaskan tentang konsep PBL yang sudah diterapkan kepada
kedua anaknya dalam pendidikan rumahnya. Dalam kegiatan tersebut Kak Radit dan
Kak Keni juga berkesempatan mempresentasikan beberapa projectnya yang sudah
selesai dikerjakan.
“Ini gue banget!”, salah satu kesan yang
saya tangkap saat Kak Radit dan Kak Keni menceritakan projectnya. Mereka sangat
memahami apa yang dikerjakannya, baik saat serunya maupun saat sulitnya.
Project membuat mereka mengenal dirinya sendiri dalam setiap prosesnya, karena
banyak pengetahuan baru yang didapatkan saat menjalankan suatu project yang
terencana baik target dan waktunya.
Perbedaan yang jelas
antara project dan kegiatan yaitu ada pada tahap rencananya. Berbicara tentang
“rencana” kepada anak-anak bukan dengan menyampaikan sesuatu yang rumit seperti
menulis proposal. Anak-anak dikenalkan kata rencana dengan banyak ngobrol, “kapan akan mulai mengerjakannya?”, “target
akhir kegiatan ini mau seperti apa?”, “apa saja yang dibutuhkan dalam project
ini?”, dan pertanyaan sejenis lainnya yang dapat kita tulis dan
dokumentasikan dalam bentuk fisik dan mudah dilihat anak. Project ditawarkan
ke anak mulai dari yang sederhana dan selanjutnya bertahap meningkat.
Meninjau kembali proses
dan tahapan perkembangan Afifah di tema kegiatan ini, bahwa ia sudah mengenal
kata project. Project Afifah dalam tema kegiatan ini antara lain membuat mini
gallery di ruang tamu, menggambar dan bercerita dongeng pendek, dan terakhir
membuat video dongeng dengan suaranya sendiri. Maka project buku dengan challenge 30 hari bercerita dan
menggambar ini sudah saatnya saya tawarkan ke Afifah. Dan tepat, Afifah
menyambutnya dengan antusias dan semangat meski belum sepenuhnya memahami challenge itu apa.
C. PANDU 45
Pembahasan tentang PANDU
45 ini saya mengacu pada materi yang disampaikan oleh Pak Dodik Mariyanto dan
Ibu Septi Peni dalam Workshop PANDU 45
di Yogyakarta (Desember 2018). Banyak pemahaman baru yang saya dapatkan dalam
workshop tersebut, hingga workshop satu hari terasa sangat singkat waktunya. Pemahaman
baru tersebut lebih kepada filosofi dan konsep yang harus dipegang kuat dalam
Pandu 45, sebelum saya lebih jauh mendalami bahasa-bahasa bakat dan teknik pemetaannya.
Beberapa poin penting
yang saya catat dan garis bawahi itu antara lain :
· Hasil pemetaan bakat dalam
Pandu 45 ini bukan ditujukan untuk
melabeli anak. Label bagi anak khususnya fase usia pra latih hanya akan
mempersempit ruang geraknya.
· Penerapan Pandu 45 justru harus
menjadikan anak lebih kaya wawasan, kaya
kegiatan dan kaya gagasan. Kelompok bakat dalam Pandu 45 dapat mengingatkan
orangtua untuk mengenalkan bidang dan peran tersebut kepada anak-anak dengan
ragam aktivitas.
· Bahwa bakat bukan hanya bakat
bidang atau inderawi saja, namun juga ada bakat peran.
· Salah satu bentuk ragam
aktivitas tersebut yaitu dengan project
based learning. Karena dengan project, observasi bakat dapat lebih luas
dalam bakat bidang maupun bakat peran.
· Pemetaan bakat ini bertujuan
untuk menelusuri kekuatan seseorang
berkaitan dengan misi hidupnya. Dan kekuatan itu merupakan konfigurasi bakat yang dimiliki seseorang.
Dua kata kunci bakat yaitu unik dan produktif. Sifat unik ini
merupakan kode seseorang yang sudah Allah berikan sejak kelahirannya, dan
memiliki nilai produktif yang akan menjadi misi hidupnya.
Dalam framework fitrah bakat (Fitrah Based Education) ini pun disebutkan bahwa cara memunculkan bakat anak di fase usia pra-latih bukan dengan cara instan, namun dengan ragam wawasan dan aktivitas. Selanjutnya orangtua dapat melakukan pemetaan bakat secara bertahap menurut ragam aktivitas anak yang sudah dilakukan.
Dari project buku IMAJI IFA ini, saya melakukan uji coba pemetaan bakat Afifah dengan konsep konfigurasi bakat berdasar PANDU 45 tersebut.
Berdasarkan pemetaan bakat bidang, dominan aktivitas dalam project ini yaitu terkait bidang visual art (seni lukis). Kemudian menurut pemetaan bakat sifat dan peran, serangkaian aktivitas dalam project ini memunculkan bakat peran merancang, mencipta, mensintesis, meneliti dan menulis.
Peran merancang, mencipta dan mensintesis ada dalam proses mandirinya menuangkan seluruh ide dan imajinasinya dalam gambar dan cerita. Ketiga sifat ini ada dalam kelompok bakat peran generating idea. Peran meneliti ada dalam proses sebelum ia menggambar dan bercerita. Dari sebuah ide ia akan banyak melakukan konfirmasi dan klarifikasi dengan berbagai pertanyaan, diskusi dengan saya atau suami, juga mencari sumber informasi di buku dan internet. Dan peran menulis sebagai stimulus kemampuan dasarnya.
Berdasar pemetaan kelompok bakat ini, dominan aktivitas dalam project tersebut masih dalam ranah individual. Saya memberikan stimulus peran interpersonal dalam tahapan memasarkan karya namun belum menunjukkan hasil yang jelas.
Dari keseluruhan proses dalam project buku ini, saya tuliskan bahasa bakatnya yaitu activator, focus dan ideation. Activator, bagi Afifah saat sudah mendengar kata “rencana” maka hal itu harus segera dipersiapkan dan dilaksanakan. Menjadi pelajaran berharga bagi saya saat ingin menyampaikan suatu rencana baik rencana project maupun sekadar rencana jalan-jalan, maka saat itu saya pun harus sudah siap menyambut antusiasnya.
Focus, ketangguhan Afifah menyelesaikan challenge 30 hari berturut-turut dipengaruhi dari target akhir yang sudah kami visualisasikan bersama dalam gambar sebuah buku. Dan ideation, seperti dalam pemetaan bakat di atas bahwa faktor terbesar project buku ini tuntas selesai ada pada kekuatan peran “generating idea” Afifah.
Dalam framework fitrah bakat (Fitrah Based Education) ini pun disebutkan bahwa cara memunculkan bakat anak di fase usia pra-latih bukan dengan cara instan, namun dengan ragam wawasan dan aktivitas. Selanjutnya orangtua dapat melakukan pemetaan bakat secara bertahap menurut ragam aktivitas anak yang sudah dilakukan.
Dari project buku IMAJI IFA ini, saya melakukan uji coba pemetaan bakat Afifah dengan konsep konfigurasi bakat berdasar PANDU 45 tersebut.
Berdasarkan pemetaan bakat bidang, dominan aktivitas dalam project ini yaitu terkait bidang visual art (seni lukis). Kemudian menurut pemetaan bakat sifat dan peran, serangkaian aktivitas dalam project ini memunculkan bakat peran merancang, mencipta, mensintesis, meneliti dan menulis.
Peran merancang, mencipta dan mensintesis ada dalam proses mandirinya menuangkan seluruh ide dan imajinasinya dalam gambar dan cerita. Ketiga sifat ini ada dalam kelompok bakat peran generating idea. Peran meneliti ada dalam proses sebelum ia menggambar dan bercerita. Dari sebuah ide ia akan banyak melakukan konfirmasi dan klarifikasi dengan berbagai pertanyaan, diskusi dengan saya atau suami, juga mencari sumber informasi di buku dan internet. Dan peran menulis sebagai stimulus kemampuan dasarnya.
Berdasar pemetaan kelompok bakat ini, dominan aktivitas dalam project tersebut masih dalam ranah individual. Saya memberikan stimulus peran interpersonal dalam tahapan memasarkan karya namun belum menunjukkan hasil yang jelas.
Dari keseluruhan proses dalam project buku ini, saya tuliskan bahasa bakatnya yaitu activator, focus dan ideation. Activator, bagi Afifah saat sudah mendengar kata “rencana” maka hal itu harus segera dipersiapkan dan dilaksanakan. Menjadi pelajaran berharga bagi saya saat ingin menyampaikan suatu rencana baik rencana project maupun sekadar rencana jalan-jalan, maka saat itu saya pun harus sudah siap menyambut antusiasnya.
Focus, ketangguhan Afifah menyelesaikan challenge 30 hari berturut-turut dipengaruhi dari target akhir yang sudah kami visualisasikan bersama dalam gambar sebuah buku. Dan ideation, seperti dalam pemetaan bakat di atas bahwa faktor terbesar project buku ini tuntas selesai ada pada kekuatan peran “generating idea” Afifah.
PENUTUP
Alhamdulillah,
kegiatan sharing sebagai project keluarga pembuka awal tahun 2019 ini telah berjalan
lancar pada tanggal 5 Januari 2019. Di tengah tumpukan kardus dan paket barang
yang siap membawa kami hijrah ke Pulau Sulawesi. Dan Alhamdulillah, hari ini
kami sudah berada di tanah rantau baru kami selama hampir 2 bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar